Senin, 18 Mei 2009

Pendidikan Gratis tapi Mahal


Judul: Pendidikan Gratis tapi Mahal
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): User
Saya Guru di SDN 066656 Medan
Topik: Pendidikan Gratis Tapi Mahal
Tanggal: 02 November 2008

Saya mungkin bukan seorang praktisi pendidikan yang memiliki gelar dan pengalaman selayaknya para pengamat pendidikan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan memahami benar semua seluk beluk pendidikan, dan saya juga bukan tenaga kependidikan yang memiliki sertifikasi dan gelar sarjana kependidikan. Melainkan saya adalah tenaga pengajar yang hanya berstatus sebagai sarjana non kependidikan yang berusaha terjun dalam dunia pendidikan secara totalitas. Dalam session artikel ini saya tidak ingin mengungkapkan keluhan terhadap apa yang saya terima terlebih status yang selama delapan tahun saya bertugas nggak berubah-ubah melainkan dalam tulisan ini saya berusaha bagaimana semua orang dapat memprioritaskan pendidikan sebagai mediasi untuk bekal menjalani kehidupan dan menjadi tenaga yang expertis disela bidang permintaan dunia kerja nantinya.

Sejalan dengan keputusan yang telah ditelurkan oleh pemerintah dengan menaikkan anggaran dunia pendidikan sebanyak 20% dari APBN negara tentu sebuah realitas yang luar biasa dan hal ini baru terjadi era pemerintahan bapak Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, sampai-sampai dalam menyikapi keputusan tersebut Mendiknas menyambutnya dengan air mata haru, nggak tahu harunya untuk apa, bingung dalam mengalokasikan dana tersebut atau bingung untuk menghabiskannya. Hal ini saya ungkapkan bukan pesimis dalam menyikapi fakta yang ada melainkan melihat fakta yang ada belum menunjukkan arah perubahan yang signifikan bahkan cenderung adem-adem aja. Bagaimana tidak alokasi 20% dana pendidikan hingga saat ini muaranya belum terealisasi dengan benar dan system yang cenderung saling sunat menyunat menjadikan apa yang diharapkan masih jauh dari kenyataan. Untuk itu dibutuhkan transparansi dan kerjasama antara pihak yang saling berkaitan.

Pendidikan seharusnya berorientasi kepada peserta didik sebagai instrument akhir pembuktian atas keberhasilan pendidikan itu sendiri. Pelajar adalah objek yang harus menerima pelajaran dengan baik dan melalui kegiatan belajar mengajar mereka dapat mengenyam masa depan yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Namun permasalahannya bagaimana mereka harus belajar dengan baik jika mereka masih tetap dibingungkan oleh kebijakan yang senantiasa berubah-ubah, belum lagi permasalahan dilingkungannya yang keluh kesahnya toh bermuara kepada perekonomian keluarga dan berikut pernak pernik lainnya sebagai suatu permasalahan yang kompleks. Kompleksitas permasalahan yang ada menjadikan mereka sebagai generasi yang kerdil dan tidak siap dengan perubahan yang terjadi.

Dari pengalaman yang saya rasakan selama bertugas disalah satu sekolah dasar negeri di kota Medan. Rhytme harian proses belajar mengajar yang saya rasakan belum begitu interaktif dan komunikatif bahkan cenderung monoton. Dari satu sisi sebagai pelaksana dari proses KBM tentu maunya hasil yang dituai nantinya mendekati 100%, namun bagaimana bisa bila sianak didik pergi kesekolah masih terbebani oleh permasalahan ekonomi keluarganya dirumah.

http://re-searchengines.com/penulis1108.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar